Valak, Si Iblis Ada di Mana-mana: Sebuah Pengalaman Nyata

Vallesca Souisa | 28 Juni 2016 | 20:30 WIB

TABLOIDBINTANG.COM - Sepanjang pekan lalu, Valak, hantu berbusana biarawati dari The Conjuring 2, menjadi sosok paling dibicarakan. Dalam sekejap wujud wanita mengerikan ini menjadi sensasi di internet berhari-hari. Meme-meme tentang kanjeng Valak pun tersebar di mana-mana.

Iblis paling ditakuti dalam film horor tersebut, di negeri ini menjadi bahan tertawaan. Disandingkanlah Valak dengan hantu Suzana dalam salah satu meme.

Suzana : “Pengin tahu yang namanya Valak, kayak apaan?”

Valak : “Gue yang namanya Valak sis ...”

Suzana : “Elo cabe-cabean, sis? Foundation tebal amat”

Valak, seriously lo hits banget, membuat saya pergi ke bioskop untuk menontonnya. Valak, si iblis diinterpretasikan film ini dalam wujud wanita berwajah seram berbusana biarawati. Ia memiliki pion yang diutusnya mengganggu dan merasuki tubuh Janet, gadis berusia 11 tahun. Tujuan akhirnya adalah, mengambil jiwa anak ini.

Sementara Valak dalam dunia demonologi dan kitab kuno dikenal sebagai salah satu iblis yang memimpin di neraka. Wujudnya bocah bersayap, menunggang naga berkepala dua, memegang ular dan memimpin 30 legiun tentara iblis. Sebutan lainnya adalah “Pangeran ular”.

Tapi yang menyeramkan buat saya, bukan tentang apapun itu wujud si Valak. Apa yang saya tonton malam itu, pernah terjadi di depan mata tahun 1997 ketika saya berada di kota Ontario, San Bernardino County, California, Amerika Serikat.

Di tahun itu saya pergi ke Amerika sebagai rombongan paduan suara anak-anak berusia 8 sampai 15 tahun yang dipilih untuk melakukan pertunjukan seni dan budaya di sana. Kami tiba di California, tengah malam. Udara dingin menusuk kulit, tak mengurangi semangat dan antusiasme kami.

Tibalah kami di sebuah motel tiga lantai, berwarna kecokelatan. Ketiga lantai motel ini dipenuhi oleh rombongan dari Indonesia. Saya ditempatkan sekamar bersama seorang koreografer dan seorang anak lainnya. Mulanya kami diarahkan ke kamar nomor 313.

Tiba di depan pintu kamar ini, si koreografer mencoba membuka pintu kamar berulang kali tapi tak terbuka juga. Maka kami lapor pada panitia. Akhirnya kamar ditukar. Kami kemudian menempati kamar nomor 305. Mulanya semua tampak normal. Hingga 3 hari kemudian, mulai terdengar desas-desus. Katanya di motel tersebut ada penampakan seram di kolam renang.

Lalu beberapa kali terdengar suara dan terlihat burung gagak di atap motel. Kata seorang ibu dari rombongan kami, “Kalau di daerah, ada burung gagak itu pertanda tidak baik.”

Kemudian datang cerita mencengangkan ini dari grup anak laki-laki yang tidur di sebelah kamar 313. Kata salah satu dari mereka, Armand, saat tiba tengah malam, ia kerap mendengar suara gaduh dari kamar 313. Padahal diketahui kamar itu tak berpenghuni. Itu kamar yang harusnya saya tempati di awal kedatangan.

Suatu malam, diburu rasa penasaran, Armand dkk mencoba menelepon ke kamar 313. Mengejutkan, telepon mereka terangkat. Tak ada suara orang yang menyahut. Tetapi mereka dapat mendengar suara bising di sana. Ada suara televisi menyala dan seperti ada beberapa orang di sana. Armand langsung menutup telepon.

Bukannya naik ke ranjang dan tarik selimut, mereka malah keluar dari kamar, menghampiri kamar 313. Menaruh telinga mereka di depan pintu itu. Senyap. Tak ada riuh terdengar seperti di telepon tadi.

Malam selanjutnya, Armand dkk mendengar suara lagi dari kamar 313. Mereka keluar dari kamar dan menghampiri kamar 313. Seperti biasa, saat dihampiri di depan pintu, senyap. Diketuklah pintu 313 tiga kali. Beberapa detik kemudian, mereka teriak dan berlari, karena dari dalam kamar tersebut terdengar ketukan sebanyak tiga kali juga.

Seperti sudah “ada yang mengatur”, keesokan hari keempat anak ini secara kebetulan menemukan master key terjatuh di halaman motel. Master key dapat digunakan untuk membuka semua kamar. Bukannya dikembalikan ke petugas motel, master key ini digunakan Armand, tiga orang teman lelakinya dan seorang gadis, Daisy membuka kamar misteri 313.

Kamar terbuka. Armand, Daisy dan kawan-kawan terbelalak ngeri. Kamar itu seperti kamar usang. Diliputi sarang laba-laba. Tempat tidur, kursi dan perabotan ditutupi kain putih yang sudah kecokelatan. Mereka lebih tercengang begitu mata menangkap sebuah salib di dinding tergantung terbalik. Angin dingin kemudian menyerbu mereka. Mereka berlari tunggang langgang keluar. Beruntung mereka sudah berada di luar kamar, karena tak lama pintu kamar tertutup kencang, seperti ada yang membanting pintu dari dalam.

Siang berganti malam. Saya dan teman sekamar terbangun kaget oleh suara teriakan panjang di koridor. Tak hanya suara teriakan, sesekali juga terdengar suara tangisan. Ini tangisan anak rombongan. Kemudian deru langkah kaki, seperti bolak-balik riuh di koridor.

Telepon dalam kamar berdering. “Keluar! Keluar dari kamar sekarang, ke bawah!” demikian perintah ibu-ibu panitia di telepon. Saat kami membuka pintu, suara dentuman keras terdengar, seperti orang memukul-mukul dinding sangat keras dengan meja atau kursi.

Kami berjalan di koridor di tengah kebisingan. Dentuman-dentuman keras itu terdengar kian menggema. Sebuah suara laki-laki lantang, seperti suara raksasa, yang marah-marah dengan keji, tiba-tiba menggema di koridor.

Suara laki-laki nan menyeramkan itu berasal dari kamar Daisy dan kami menyaksikan suara itu keluar dari mulut Daisy, gadis berusia 15 tahun. Seseram suara Janet kala dirasuki Bill di The Conjuring 2. Daisy dipegangi kuat-kuat oleh empat orang laki-laki besar di ambang pintu. Para laki-laki besar itu mencegahnya agar tak keluar dari kamar. Daisy berontak dengan suara laki-laki menggelegar luar biasa.

Saya berteriak, berlari sekuatnya, menjauh dari sosok Daisy yang tengah berontak. Suara laki-laki itu terus marah-marah dalam bahasa Inggris yang kasar. Wajah Daisy putih seperti es.

“Pergi kalian! Kalian pergi! Pergilah ke neraka kalian manusia sial!” gerutu suara roh dalam tubuh Daisy menggema. Malam itu Daisy dan Armand telah dirasuki roh jahat secara bergantian. Hingga didatangkan pendeta untuk mengusir roh jahat itu dari tubuh mereka.

“Saya tidak mengganggu kalian. Tapi kalian mengganggu saya. Sekarang kau minta saya pergi? Salah satu dari kalian harus ikut saya ke neraka,” disambung tawa menggelegar seperti suara tawa raksasa.

Entah apa nama setan yang merasuki Daisy dan Armand itu. Entah bagaimana pula wujud setan atau iblis itu. Yang pasti si iblis sudah menempati raga Daisy. Seperti iblis mengontrol raga Janet dalam The Conjuring 2. “ Masih pengin tahu yang namanya Valak, kayak apaan?”

Suz, enggak penting seperti apa wujud si iblis. Iblis memiliki banyak nama, rupa, dan ada di mana-mana. Valak, Kuntil Anak, Pocong, Lucifer, Baal, dan beragam wujudnya, bisa buruk rupa kadang manis menawan. Dia bisa menjadi siapa dan apa saja.

Tetapi kata Pendeta saat itu, yang paling mengerikan sesungguhnya bukan wujud seram iblis. Yang mengerikan dan berbahaya adalah ketika roh iblis itu tak mengambil wujud apapun untuk mengganggu. Tetapi merasuki tubuh, mengontrol dirimu sesuai keinginan mereka, dan akhirnya mengambil jiwamu untuk tujuan jahat mereka. Dia mengincar jiwamu kapan saja dan di mana saja.

Maka, jangan mencari-cari sesuatu yang seharusnya tak perlu kau cari. Apalagi dari alam atau dimensi berbeda. Jangan memanggil-memanggil sesuatu yang seharusnya tak kau panggil. Jangan membuka celah atau kesempatan hingga menarik dia datang mendekatimu.

 

(VALLESCA SOUISA / ray)

 

Penulis : Vallesca Souisa
Editor: Vallesca Souisa
Berita Terkait